Meski hati saya masih takut melangkah maju, tapi logika saya berkata sebaliknya.
Coba deh kita runut dari awal tulisan saya tentang ekspor, dari bagian satu. Tentu Anda dapat melihat bahwa proses jualan ekspor itu miriiip banget sama jualan online di pasar lokal. Iya kan?
Saya pun berpikir begitu.
"Yang, kok kayaknya gampang ya jualan ekspor?", tanya saya ke suami.
"Iya. Dengan adanya internet memang apa-apa jadi lebih mudah. Gak kayak jaman dulu yang semua masih konvensional", jawabnya.
Dulu itu untuk dapat pembeli harus ikut pameran atau punya kenalan di luar negeri. Kontak dengan pembeli lewat telefon dan fax. Urus dokumen kepabeanan harus datang ke kantor disperindag, mau bikin NIK (nomor identitas kepabeanan) musti ke kantor beacukai.
Sekarang ini semua by online. Selain praktis, juga mengurangi resiko pungli.
***
Masih belum yakin dengan 'kesimpulan saya' bahwa ekspor itu mudah, saya pun ikut kelas ekspor.
Cari mentor dan komunitas ๐
Saat itu langkah-langkah yang dijabarkan hampir sama dengan pengalaman kami.
"Loh. Langkahnya sama, tho", batin saya.
Saya tambah yakin jika eksport jaman now itu mudah!
Oiya, tiap kali saya ikut seminar ekspor, saya sangat antusias mendengarkan pengalaman dari praktisi ekspor.
Alih-alih kisah sukses, saya lebih tertarik dengan kisah gagal dari pelaku.
Kenapa? Karena dari situ kita bisa belajar gimana cara keluar dari masalah ๐
Sayang mentornya bukan eksportir arang. Jadi yaa, gak terlalu paham juga dengan liku-liku 'dunia hitam'.hihihi.
Tapi dengan gabung di komunitas kami bisa dapat info-info pameran, seminar dan pelatihan-pelatihan ekspor. Dan pastinya nambah saudara.
***
Semakin lama wawasan kami di per-arang-an semakin berkembang.
Kenalan pun bertambah.
Kami mulai banyak ketemu eksportir arang. Cuma yaa itu, jarang yang mau buka-bukaan berbagi ilmu ๐
Lalu saat terjun ke lapangan, saya kaget mendapati fakta tentang orang asing --yang gak bisa bahasa indonesia-- begitu lihai transaksi langsung dengan para supplier arang ๐ฑ wee..lhaaa...
Yang satu gak bisa bahasa indonesia, yang satu gak bisa bahasa inggris.
Lalu mereka ngobrolnya gimana?
Abad 21 nih...pake google translate doong! ๐คฃ๐คฃ
Ciyus bro.
Catat ya: google translate + bahasa kalkulator = dunia dalam genggaman.wkwkwk..
Yes. Rasanya kesel campur kagum.
Kesel: kenapa kok malah mereka yang 'mengkaryakan' potensi indonesia? kenapa bukan kita??
Kagum: kagum dengan keberanian mereka menjelajah suatu negeri nun jauh yang bahasanya gak mereka
kuasai.
Saya lho, sama-sama orang Indonesia, sama-sama bicara dg bahasa Indonesia, disuruh pindah ke luar jawa aja belum tentu mau. Lha itu, orang dari negeri yang jauuuh begitu, bela-belain kemari karena lihat peluang.
==cek aja di pedalaman sulawesi sana.orang india pada cari damar dan getah pinus==
Kalo dah dimanfaatin orang asing gini, baru deh kebakaran jenggot!
Ups. Saya kan gak punya jenggot ๐
***
Beberapa buyer kembali hadir. Mereka datang ke Semarang, niatnya mau inspeksi ke pabrik arang.
Tapi saat diberi tahu bahwa pabriknya ada di Madiun, 5 jam naik mobil, mendadak pada ilfil ๐
Akhirnya ngobrol2 aja di hotel sambil lihat sampel arang.
Tak hanya arang, mereka tanya soal tapioka, soal jelly, soal ikan, soal kertas. Macem-macem lah.
Kami kan mau fokus di arang, jadi inquiry macem2 itu gak kami tanggapi serius.
And...
Mendadak saya tercetus sebuah ide:
"Yang, bikin workshop aja yuk", kata saya.
"Workshop apa?", tanya suami.
"Ya workshop ekspor laah. Dunia harus tau kalo ekspor itu gak ribet, gak butuh modal besar, dan bisa online", saya jelaskan dengan gegap gempita.
Dengan workshop, kami bisa berbagi ilmu dan pengalaman. Selain itu, ntar kalo ada buyer minta ini itu ya tinggal 'dilempar' ke member workshop.
Suami setuju.
Dengan bantuan pak Muchlisin Nuryanta, terselenggara lah workshop ekspor angkatan 1 di Temanggung. Terimakasih ya pak ๐
Waktu itu tempat workshop nya minimalis dan wifi putus nyambung.hihihi.
Gak apa-apa deh. Biar biaya nya bisa murah, biar terjangkau sama peserta. Yang penting ilmu nya tersampaikan. Begitu batin saya.
Realitanya? Kami gak bisa konsen, saudara-saudara ๐
Maka untuk angkatan selanjutnya diterapkan standart kenyamanan ruangan dan fasilitas (terutama wifi).
***
Suksesnya mas Taufiq Rizal --member workshop angkatan 2 dari Kalimantan-- ekspor satu kontainer, membuat saya semangat.
Jadi makin yakin kalau kinerja kami memulai ekspor SANGAT BISA diduplikasi.
Angkatan 5, ada mba rina Festarina Cinta Batik dari Jakarta, ekspor 5 pcs baju batik ke Amerika.
Angkatan 7, ada mba Indah Mikhasari dari Semarang, ekspor 1 container gula semut ke eropa.
Angkatan 9, ada pak Azhar Aang dari Jambi, ekspor 1 container pinang. Kemana ya pak? Lupa saya.
Oww..yes!! Teori saya makin terbukti. Ekspor itu peluang bagus dan bisa banget dilakukan perorangan!
Etapi kini hayati lelah bang...
Lelah meyakinkan orang kalo ekspor itu gak ribet ๐
Hayati mau pensiun bikin workshop...
Coba deh kita runut dari awal tulisan saya tentang ekspor, dari bagian satu. Tentu Anda dapat melihat bahwa proses jualan ekspor itu miriiip banget sama jualan online di pasar lokal. Iya kan?
Saya pun berpikir begitu.
"Yang, kok kayaknya gampang ya jualan ekspor?", tanya saya ke suami.
"Iya. Dengan adanya internet memang apa-apa jadi lebih mudah. Gak kayak jaman dulu yang semua masih konvensional", jawabnya.
Dulu itu untuk dapat pembeli harus ikut pameran atau punya kenalan di luar negeri. Kontak dengan pembeli lewat telefon dan fax. Urus dokumen kepabeanan harus datang ke kantor disperindag, mau bikin NIK (nomor identitas kepabeanan) musti ke kantor beacukai.
Sekarang ini semua by online. Selain praktis, juga mengurangi resiko pungli.
***
Masih belum yakin dengan 'kesimpulan saya' bahwa ekspor itu mudah, saya pun ikut kelas ekspor.
Cari mentor dan komunitas ๐
Saat itu langkah-langkah yang dijabarkan hampir sama dengan pengalaman kami.
"Loh. Langkahnya sama, tho", batin saya.
Saya tambah yakin jika eksport jaman now itu mudah!
Oiya, tiap kali saya ikut seminar ekspor, saya sangat antusias mendengarkan pengalaman dari praktisi ekspor.
Alih-alih kisah sukses, saya lebih tertarik dengan kisah gagal dari pelaku.
Kenapa? Karena dari situ kita bisa belajar gimana cara keluar dari masalah ๐
Sayang mentornya bukan eksportir arang. Jadi yaa, gak terlalu paham juga dengan liku-liku 'dunia hitam'.hihihi.
Tapi dengan gabung di komunitas kami bisa dapat info-info pameran, seminar dan pelatihan-pelatihan ekspor. Dan pastinya nambah saudara.
***
Semakin lama wawasan kami di per-arang-an semakin berkembang.
Kenalan pun bertambah.
Kami mulai banyak ketemu eksportir arang. Cuma yaa itu, jarang yang mau buka-bukaan berbagi ilmu ๐
Lalu saat terjun ke lapangan, saya kaget mendapati fakta tentang orang asing --yang gak bisa bahasa indonesia-- begitu lihai transaksi langsung dengan para supplier arang ๐ฑ wee..lhaaa...
Yang satu gak bisa bahasa indonesia, yang satu gak bisa bahasa inggris.
Lalu mereka ngobrolnya gimana?
Abad 21 nih...pake google translate doong! ๐คฃ๐คฃ
Ciyus bro.
Catat ya: google translate + bahasa kalkulator = dunia dalam genggaman.wkwkwk..
Yes. Rasanya kesel campur kagum.
Kesel: kenapa kok malah mereka yang 'mengkaryakan' potensi indonesia? kenapa bukan kita??
Kagum: kagum dengan keberanian mereka menjelajah suatu negeri nun jauh yang bahasanya gak mereka
kuasai.
Saya lho, sama-sama orang Indonesia, sama-sama bicara dg bahasa Indonesia, disuruh pindah ke luar jawa aja belum tentu mau. Lha itu, orang dari negeri yang jauuuh begitu, bela-belain kemari karena lihat peluang.
==cek aja di pedalaman sulawesi sana.orang india pada cari damar dan getah pinus==
Kalo dah dimanfaatin orang asing gini, baru deh kebakaran jenggot!
Ups. Saya kan gak punya jenggot ๐
***
Beberapa buyer kembali hadir. Mereka datang ke Semarang, niatnya mau inspeksi ke pabrik arang.
Tapi saat diberi tahu bahwa pabriknya ada di Madiun, 5 jam naik mobil, mendadak pada ilfil ๐
Akhirnya ngobrol2 aja di hotel sambil lihat sampel arang.
Tak hanya arang, mereka tanya soal tapioka, soal jelly, soal ikan, soal kertas. Macem-macem lah.
Kami kan mau fokus di arang, jadi inquiry macem2 itu gak kami tanggapi serius.
And...
Mendadak saya tercetus sebuah ide:
"Yang, bikin workshop aja yuk", kata saya.
"Workshop apa?", tanya suami.
"Ya workshop ekspor laah. Dunia harus tau kalo ekspor itu gak ribet, gak butuh modal besar, dan bisa online", saya jelaskan dengan gegap gempita.
Dengan workshop, kami bisa berbagi ilmu dan pengalaman. Selain itu, ntar kalo ada buyer minta ini itu ya tinggal 'dilempar' ke member workshop.
Suami setuju.
Dengan bantuan pak Muchlisin Nuryanta, terselenggara lah workshop ekspor angkatan 1 di Temanggung. Terimakasih ya pak ๐
Waktu itu tempat workshop nya minimalis dan wifi putus nyambung.hihihi.
Gak apa-apa deh. Biar biaya nya bisa murah, biar terjangkau sama peserta. Yang penting ilmu nya tersampaikan. Begitu batin saya.
Realitanya? Kami gak bisa konsen, saudara-saudara ๐
Maka untuk angkatan selanjutnya diterapkan standart kenyamanan ruangan dan fasilitas (terutama wifi).
***
Suksesnya mas Taufiq Rizal --member workshop angkatan 2 dari Kalimantan-- ekspor satu kontainer, membuat saya semangat.
Jadi makin yakin kalau kinerja kami memulai ekspor SANGAT BISA diduplikasi.
Angkatan 5, ada mba rina Festarina Cinta Batik dari Jakarta, ekspor 5 pcs baju batik ke Amerika.
Angkatan 7, ada mba Indah Mikhasari dari Semarang, ekspor 1 container gula semut ke eropa.
Angkatan 9, ada pak Azhar Aang dari Jambi, ekspor 1 container pinang. Kemana ya pak? Lupa saya.
Oww..yes!! Teori saya makin terbukti. Ekspor itu peluang bagus dan bisa banget dilakukan perorangan!
Etapi kini hayati lelah bang...
Lelah meyakinkan orang kalo ekspor itu gak ribet ๐
Hayati mau pensiun bikin workshop...
Bersambung ..... ๐ Bagian 7 Klik 1X
By Martha Melliana
Play casino games for fun or real money - Goyangfc
ReplyDeleteCasino games for fun or real money · The Wild Crystal (็ฐฎไบบๅ ด็ๆก ๅฝฉ) ๋ฉ์ด์ ๋ฒณ and ์ ์์ต๋๋ค the Treasure of ์์ ์ฌ์ดํธ and the ์ ๋ ๋ฐฅ ์ถ์ฒ Pirate's Treasure of Tsushima (็ฑป้ณ) ํ ํ ๊ฝ๋จธ๋ · The
Taking the ์นด์ง๋ ธ ์ฌ์ดํธ non-crypto provide for instance, you’ll get a 200% first deposit bonus up to as} $1,000 if you use the “HELLOSLOTS200” bonus code. What’s more, you’ll also get bonuses in your next eight deposits. The object of the game is to come back as near the number 9 as attainable. Face playing cards and tens, or any mixture of playing cards totaling ten, count as zero.
ReplyDelete